Minggu, 31 Mei 2020

Kitab-Kitab Kuno (Sastra Sejarah) dari Masa Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia

Pada masa berdirinya kerajaan-kerajaan besar bercorak Hindu-Budha di tanah Nusantara ini, bidang kesusastraan juga mengalami kemajuan yang cukup pesat. Para pujangga pada masa itu telah berhasil menulis sejumlah kitab-kitab sastra tingkat tinggi yang keberadaannya dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menyingkap suatu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa lampau. Berkembangnya kesusastraan Nusantara pada masa Hindu Budha secara umum dapat dibagi ke dalam beberapa periode, yaitu:

  1. Zaman Mataram lama (sekitar abad ke 9 dan 10)
  2. Zaman Kediri (sekitar abad ke 11 dan 12)
  3. Zaman Majapahit I (sekitar abad ke 14)
  4. Zaman Majapahit II (sekitar abad ke 15 dan 16), sebagian kesusastraan pada masa ini berkembang di Bali (zaman Kerajaan Samprangan Gelgel). 

Hasil-hasil kesusastraan pada masa-masa tersebut di atas pada umumnya ditulis dalam bentuk gancaran (prosa) dan tembang (syair). Namun sebagian besar berbentuk tembang. Tembang Jawa Kuno biasanya disebut dengan Kakawin, sedangkan tembang Jawa Tengahan disebut Kidung. 

Ditinjau dari segi isinya, kitab-kuno hasil karya sastra pada masa Hindu-Budha tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

  • Tutur atau kitab keagamaan, seperti Sang Hyang Kamahanikam yang disusun pada masa pemerintahan Empu Sindok (Mataram lama).
  • Kitab Hukum, termasuk di dalamnya kitab-kitab sasana yang berisi peraturan-peraturan untuk golongan masyarakat tertentu. Misalnya Resisasana yang menguraikan kedudukan dan hak-hak serta kewajiban para resi. 
  • Wiracarita atau cerita kepahlawanan, seperti Ramayana dan Mahabharata. 
  • Kitab Sejarah, seperti Nagarakertagama dari zaman Majapahit. 

kitab sastra kuno
naskah lontar Negarakertagama via wikipedia

Kemungkinan ada banyak hasil-hasil kesusastraan lama yang ditulis pada masa berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Hindu-Budha di negeri ini. Namun pada saat Islam kemudian dianut oleh masyarakat Jawa, kitab-kitab sastra tersebut kurang mendapat perhatian sehingga naskah-naskah yang banyak ditulis di atas daun lontar tersebut tidak bertahan lama. Meski begitu, ada beberapa kitab-kitab sastra lama dari masa Hindu Budha yang masih bisa diketahui sampai sekarang. Berikut di antaranya:

1. Sang Hyang Kamahayanikam

Kitab ini disusun dalam bentuk prosa antara tahun 929-947 Masehi oleh Mpu Shri Sambhara Surya Warama pada masa kekuasaan Empu Sindok dari kerajaan Mataram kuno. Kitab ini menjelaskan tentang ajaran Buddha aliran Tantrayana. Kitab ini juga berisi mantra-mantra dan diagram serta mudra dalam posisi sentral sebagai bentuk formula rahasia yang bersifat mistis.

2. Arjuna Wiwaha

Kitab sastra ini ditulis oleh Empu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun1019 sampai dengan 1042 Masehi. Kitab ini menceritakan tentang perjuangan Sang Arjuna yang penuh tantangan dan ujian hingga kisah cintanya dengan Dewi Supraba. kitab ini juga menguraikan serangkaian pedoman atau pegangan bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. 

3. Bharatayudha

Kitab sastra berbentuk kakawin ini digubah oleh dua orang yaitu Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada masa pemerintahan Raja Jayabaya (Kediri). Kitab ini menceritakan peperangan antara kaum Kurawa dan Pandawa atau biasa disebut peperangan Bharatayuddha. Kitab ini juga merupakan simbolisme dari perang saudara yang terjadi antara Kerajaan Kediri/ Panjalu dan Kerajaan Jenggala.

4. Negarakertagama

Kitab ini ditulis dalam bentuk kakawin (syair) Jawa Kuna oleh Empu Prapanca pada tahun 1365. Kitab ini menguraikan keadaan keraton Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (raja keempat Majapahit yang memerintah pada tahun 1350-1389), daerah kekuasaannya, kondisi keagamaan, dan sebagainya. Kitab ini mempunyai peran besar bagi penulisan sejarah Indonesia, dimana isinya banyak yang bersesuaian dengan sumber-sumber prasasti. 

5. Sutasoma 

Kitab ini ditulis oleh Empu Tantular pada abad ke 14. Isinya menceritakan tentang Sutasoma, seorang putra raja yang keluar dari istana dan memutuskan untuk menjadi seorang pendeta Budha. Isi kitab ini juga mengajarkan tentang toleransi antar umat beragama pada masa itu, terutama antar agama Hindu - Siwa dan Buddha. Selain itu, dalam kitab ini juga terdapat ungkapan "Bhineka Tunggal Ika" yang kini dijadikan sebagai motto dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

6. Pararaton

Diperkirakan kitab ini berasal dari tradisi lisan sehingga tidak ditemukan nama pengarangnya. Meski berbau dongeng yang penuh dengan kegaiban, kitab ini dimaksudkan sebagai karya sejarah, menguraikan tentang tokoh Ken Arok beserta raja-raja Singasari lainnya, kisah tentang Raden Wijaya semenjak menjadi menantu Kertanegara (Raja Singasari terakhir) sampai menjadi raja Majapahit, dan lain sebagainya. Kitab ini juga menguraikan informasi mengenai silsilah anggota keluarga kerajaan Majapahit.

7. Sundayana

Kitab ini menceritakan nasib Raja Sunda, Sri Baduga Maharaja yang datang ke Majapahit untuk mengantarkan puterinya, Dyah Pitaloka untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi di Bubat terjadi perselisihan dengan Gajah Mada sehingga terjadi pertumpahan darah (perang Bubat) dimana rombongan Raja Sunda ini terbunuh. 

8. Panji Wijayakrama 

Kitab ini menceritakan tentang riwayat Raden Wijaya sampai ia menjadi Raja di Majapahit. 

9. Ranggalawe

Mengisahkan tentang pemberontakan Ranggalawe dari Tuban terhadap Raja Jayanegara. 

10. Sorandaka

Mengisahkan tentang pemberontakan Sora terhadap Raja Jayanegara. 

11. Pamancangah

Mengisahkan para Dewa Agung dari Kerajaan Gelgel (Bali). 

12. Usana Jawa

Menceritakan penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar. Diceritakan pula tentang penumpasan raja raksasa Maya Danawa dan pemindahan keraton Majapahit ke Gelgel. 

Pada masa berdirinya kerajaan-kerajaan besar bercorak Hindu-Budha di tanah Nusantara ini, bidang kesusastraan juga mengalami kemajuan yang cukup pesat. Para pujangga pada masa itu telah berhasil menulis sejumlah kitab-kitab sastra tingkat tinggi yang keberadaannya dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menyingkap suatu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa lampau. Berkembangnya kesusastraan Nusantara pada masa Hindu Budha secara umum dapat dibagi ke dalam beberapa periode, yaitu:

  1. Zaman Mataram lama (sekitar abad ke 9 dan 10)
  2. Zaman Kediri (sekitar abad ke 11 dan 12)
  3. Zaman Majapahit I (sekitar abad ke 14)
  4. Zaman Majapahit II (sekitar abad ke 15 dan 16), sebagian kesusastraan pada masa ini berkembang di Bali (zaman Kerajaan Samprangan Gelgel). 

Hasil-hasil kesusastraan pada masa-masa tersebut di atas pada umumnya ditulis dalam bentuk gancaran (prosa) dan tembang (syair). Namun sebagian besar berbentuk tembang. Tembang Jawa Kuno biasanya disebut dengan Kakawin, sedangkan tembang Jawa Tengahan disebut Kidung. 

Ditinjau dari segi isinya, kitab-kuno hasil karya sastra pada masa Hindu-Budha tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

  • Tutur atau kitab keagamaan, seperti Sang Hyang Kamahanikam yang disusun pada masa pemerintahan Empu Sindok (Mataram lama).
  • Kitab Hukum, termasuk di dalamnya kitab-kitab sasana yang berisi peraturan-peraturan untuk golongan masyarakat tertentu. Misalnya Resisasana yang menguraikan kedudukan dan hak-hak serta kewajiban para resi. 
  • Wiracarita atau cerita kepahlawanan, seperti Ramayana dan Mahabharata. 
  • Kitab Sejarah, seperti Nagarakertagama dari zaman Majapahit. 

kitab sastra kuno
naskah lontar Negarakertagama via wikipedia

Kemungkinan ada banyak hasil-hasil kesusastraan lama yang ditulis pada masa berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Hindu-Budha di negeri ini. Namun pada saat Islam kemudian dianut oleh masyarakat Jawa, kitab-kitab sastra tersebut kurang mendapat perhatian sehingga naskah-naskah yang banyak ditulis di atas daun lontar tersebut tidak bertahan lama. Meski begitu, ada beberapa kitab-kitab sastra lama dari masa Hindu Budha yang masih bisa diketahui sampai sekarang. Berikut di antaranya:

1. Sang Hyang Kamahayanikam

Kitab ini disusun dalam bentuk prosa antara tahun 929-947 Masehi oleh Mpu Shri Sambhara Surya Warama pada masa kekuasaan Empu Sindok dari kerajaan Mataram kuno. Kitab ini menjelaskan tentang ajaran Buddha aliran Tantrayana. Kitab ini juga berisi mantra-mantra dan diagram serta mudra dalam posisi sentral sebagai bentuk formula rahasia yang bersifat mistis.

2. Arjuna Wiwaha

Kitab sastra ini ditulis oleh Empu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun1019 sampai dengan 1042 Masehi. Kitab ini menceritakan tentang perjuangan Sang Arjuna yang penuh tantangan dan ujian hingga kisah cintanya dengan Dewi Supraba. kitab ini juga menguraikan serangkaian pedoman atau pegangan bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. 

3. Bharatayudha

Kitab sastra berbentuk kakawin ini digubah oleh dua orang yaitu Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada masa pemerintahan Raja Jayabaya (Kediri). Kitab ini menceritakan peperangan antara kaum Kurawa dan Pandawa atau biasa disebut peperangan Bharatayuddha. Kitab ini juga merupakan simbolisme dari perang saudara yang terjadi antara Kerajaan Kediri/ Panjalu dan Kerajaan Jenggala.

4. Negarakertagama

Kitab ini ditulis dalam bentuk kakawin (syair) Jawa Kuna oleh Empu Prapanca pada tahun 1365. Kitab ini menguraikan keadaan keraton Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (raja keempat Majapahit yang memerintah pada tahun 1350-1389), daerah kekuasaannya, kondisi keagamaan, dan sebagainya. Kitab ini mempunyai peran besar bagi penulisan sejarah Indonesia, dimana isinya banyak yang bersesuaian dengan sumber-sumber prasasti. 

5. Sutasoma 

Kitab ini ditulis oleh Empu Tantular pada abad ke 14. Isinya menceritakan tentang Sutasoma, seorang putra raja yang keluar dari istana dan memutuskan untuk menjadi seorang pendeta Budha. Isi kitab ini juga mengajarkan tentang toleransi antar umat beragama pada masa itu, terutama antar agama Hindu - Siwa dan Buddha. Selain itu, dalam kitab ini juga terdapat ungkapan "Bhineka Tunggal Ika" yang kini dijadikan sebagai motto dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

6. Pararaton

Diperkirakan kitab ini berasal dari tradisi lisan sehingga tidak ditemukan nama pengarangnya. Meski berbau dongeng yang penuh dengan kegaiban, kitab ini dimaksudkan sebagai karya sejarah, menguraikan tentang tokoh Ken Arok beserta raja-raja Singasari lainnya, kisah tentang Raden Wijaya semenjak menjadi menantu Kertanegara (Raja Singasari terakhir) sampai menjadi raja Majapahit, dan lain sebagainya. Kitab ini juga menguraikan informasi mengenai silsilah anggota keluarga kerajaan Majapahit.

7. Sundayana

Kitab ini menceritakan nasib Raja Sunda, Sri Baduga Maharaja yang datang ke Majapahit untuk mengantarkan puterinya, Dyah Pitaloka untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi di Bubat terjadi perselisihan dengan Gajah Mada sehingga terjadi pertumpahan darah (perang Bubat) dimana rombongan Raja Sunda ini terbunuh. 

8. Panji Wijayakrama 

Kitab ini menceritakan tentang riwayat Raden Wijaya sampai ia menjadi Raja di Majapahit. 

9. Ranggalawe

Mengisahkan tentang pemberontakan Ranggalawe dari Tuban terhadap Raja Jayanegara. 

10. Sorandaka

Mengisahkan tentang pemberontakan Sora terhadap Raja Jayanegara. 

11. Pamancangah

Mengisahkan para Dewa Agung dari Kerajaan Gelgel (Bali). 

12. Usana Jawa

Menceritakan penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar. Diceritakan pula tentang penumpasan raja raksasa Maya Danawa dan pemindahan keraton Majapahit ke Gelgel. 

Artikel Terkait

Anda sudah membaca Kitab-Kitab Kuno (Sastra Sejarah) dari Masa Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia

Forum Karang Taruna Kecamatan Gandusari.