Minggu, 14 Juni 2020

Tentang Kiblat dan Anjuran Berlomba-lomba dalam Kebaikan (Al Baqarah 148)

Masing-masing agama atau kepercayaan tentu mempunyai arah, hadapan, atau patokan bagi umatnya dalam menjalankan ibadah kepada Tuhannya. Bagi umat Islam, arah atau patokan untuk beribadah tersebut biasa disebut dengan istilah kiblat (qiblat). Dalam firmanNya, Allah SWT menyebutkan:

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا  ۖ  فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِ  ۚ  أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا  ۚ  إِنَّ اللَّهَ عَلٰى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

"Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Al-Baqarah, 148)

Jika dilihat secara lahirnya, pada ayat di atas memang tidak secara langsung menyebutkan kata qiblat, melainkan kata وجهة . Namun jika melihat konteks ayat sebelum dan sesudahnya, kita akan mengetahui mengapa kebanyakan mufassir memaknai kata tersebut dengan kiblat.

Tentang Kiblat

Menurut pengertiannya, kata kiblat berarti arah, yaitu arah yang dituju umat Islam dalam sebagian konteks ibadah, termasuk dalam salat. Selain untuk shalat, kiblat juga merupakan arah berihram dalam haji, arah wajah hewan saat disembelih, arah jenazah Muslim saat dimakamkan, arah yang dianjurkan untuk berdoa, serta arah yang mesti dihindari saat buang hajat. 

Bagi umat Islam, arah kiblat ini menuju kepada bangunan Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah, yaitu bangunan suci yang dahulu dibangun oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Namun tahukah anda bahwa sebelum diperintahkan menghadap Ka'bah ketika shalat, kaum Muslimin pada zaman Rasulullah juga pernah berkiblat ke arah Baitul Makdis di Palestina saat melaksanakan shalat.

kiblat
Baitul Maqdis dan Ka'bah

Menurut sejarah, Rasulullah SAW dan para sahabatnya pada mulanya pernah diperintahkan oleh Allah SWT untuk berkiblat ke arah Baitul Maqdis (Rumah Suci) di Yerussalem, Palestina. Namun saat turun firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 144, umat Islam kemudian diperintahkan untuk mengubah arah kiblatnya menuju Ka'bah di Makkah.

Saat itu, Rasulullah SAW dan kaum Muslimin sedang melaksanakan shalat dzuhur berjamaah di masjid Bani Salamah dan baru saja menyelesaikan rakaat kedua. Sesaat setelah perintah Allah tersebut turun,  Rasulullah dan para jamaahnya pun kemudian mengubah arah kiblat mereka dari arah Baitul Makdis menuju ke arah Ka'bah di Makkah. Dari peristiwa bersejarah ini, hingga sekarang Masjid Bani Salamah akhirnya juga dikenal dengan nama Masjid Qiblatain (masjid dua kiblat).

Pada mulanya, perubahan arah kiblat ini sempat menyebabkan timbulnya rasa keberatan dari kalangan ahli kitab dan sebagian kaum Muslimin. Namun dalam surah Al Baqarah ayat 177, Allah kemudian memberikan penjelasan dengan cara bijaksana bahwa tujuan pengalihan kiblat itu tiada lain agar orang-orang beriman menaati segala apa yang diperintahkan Allah, termasuk menaati penentuan arah kiblat dalam shalat yakni menghadap Ka'bah di Makkah. Ulama Fiqih juga sepakat bahwa berkiblat ke arah Ka'bah di Makkah merupakan kewajiban sewaktu shalat, kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu seperti dalam perjalanan, sakit, atau keadaan bahaya.

Anjuran Berlomba-lomba dalam Kebaikan

berangkat ke masjid
via islampos.com

Maksud "fastabiq" (dari kata sibaq) pada surah Al Baqarah ayat 148 ini yaitu anjuran bagi manusia untuk berlomba-lomba menjadi yang terdepan atau pelopor dalam berbuat kebajikan. Sedangkan makna kata "al khairat" adalah mencakup seluruh amalan, baik yang wajib maupun sunnah, mulai dari shalat, puasa, zakat, shadaqah, dan amalan-amalan lainnya. Hal ini juga memberikan pengertian bahwa sebagai umat Islam kita juga mesti memanfaatkan waktu seoptimal mungkin dengan saling berlomba-lomba dalam beribadah kepada Allah. 

Selain itu, ungkapan ini sebetulnya juga bisa dimaknai sebagai anjuran bagi umat manusia untuk saling berlomba-lomba dalam hal yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia secara umum, baik secara lahiriah maupun batiniah. Hal-hal itu dapat diwujudkan misalnya dalam menjaga dan menciptakan kebersihan, keindahan, ketentraman, keamanan, ketertiban, serta berlomba-lomba dalam peningkatan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Setiap umat Islam memang hendaknya menggunakan akal dan segenap kemampuannya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, baik dari segi ibadah maupun kebajikan-kebajikan lainnya. Hal ini penting agar kemaslahatan hidup bersama dapat tercapai dan pastinya sebagai bekal amal untuk menuju kehidupan berikutnya di akhirat nanti. Dan seperti tertuang pada bagian akhir surah Al Baqarah ayat 148 ini, pada hari Kiamat nanti kita semua akan dikumpulkan dan diadili dengan seadil-adilnya tentang perbuatan yang kita lakukan ketika di dunia. Pada saat itu pula akan diketahui dengan jelas siapa di antara kita yang paling baik amalnya. Wallahu A'lam. 

Masing-masing agama atau kepercayaan tentu mempunyai arah, hadapan, atau patokan bagi umatnya dalam menjalankan ibadah kepada Tuhannya. Bagi umat Islam, arah atau patokan untuk beribadah tersebut biasa disebut dengan istilah kiblat (qiblat). Dalam firmanNya, Allah SWT menyebutkan:

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا  ۖ  فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِ  ۚ  أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا  ۚ  إِنَّ اللَّهَ عَلٰى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

"Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Al-Baqarah, 148)

Jika dilihat secara lahirnya, pada ayat di atas memang tidak secara langsung menyebutkan kata qiblat, melainkan kata وجهة . Namun jika melihat konteks ayat sebelum dan sesudahnya, kita akan mengetahui mengapa kebanyakan mufassir memaknai kata tersebut dengan kiblat.

Tentang Kiblat

Menurut pengertiannya, kata kiblat berarti arah, yaitu arah yang dituju umat Islam dalam sebagian konteks ibadah, termasuk dalam salat. Selain untuk shalat, kiblat juga merupakan arah berihram dalam haji, arah wajah hewan saat disembelih, arah jenazah Muslim saat dimakamkan, arah yang dianjurkan untuk berdoa, serta arah yang mesti dihindari saat buang hajat. 

Bagi umat Islam, arah kiblat ini menuju kepada bangunan Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah, yaitu bangunan suci yang dahulu dibangun oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Namun tahukah anda bahwa sebelum diperintahkan menghadap Ka'bah ketika shalat, kaum Muslimin pada zaman Rasulullah juga pernah berkiblat ke arah Baitul Makdis di Palestina saat melaksanakan shalat.

kiblat
Baitul Maqdis dan Ka'bah

Menurut sejarah, Rasulullah SAW dan para sahabatnya pada mulanya pernah diperintahkan oleh Allah SWT untuk berkiblat ke arah Baitul Maqdis (Rumah Suci) di Yerussalem, Palestina. Namun saat turun firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 144, umat Islam kemudian diperintahkan untuk mengubah arah kiblatnya menuju Ka'bah di Makkah.

Saat itu, Rasulullah SAW dan kaum Muslimin sedang melaksanakan shalat dzuhur berjamaah di masjid Bani Salamah dan baru saja menyelesaikan rakaat kedua. Sesaat setelah perintah Allah tersebut turun,  Rasulullah dan para jamaahnya pun kemudian mengubah arah kiblat mereka dari arah Baitul Makdis menuju ke arah Ka'bah di Makkah. Dari peristiwa bersejarah ini, hingga sekarang Masjid Bani Salamah akhirnya juga dikenal dengan nama Masjid Qiblatain (masjid dua kiblat).

Pada mulanya, perubahan arah kiblat ini sempat menyebabkan timbulnya rasa keberatan dari kalangan ahli kitab dan sebagian kaum Muslimin. Namun dalam surah Al Baqarah ayat 177, Allah kemudian memberikan penjelasan dengan cara bijaksana bahwa tujuan pengalihan kiblat itu tiada lain agar orang-orang beriman menaati segala apa yang diperintahkan Allah, termasuk menaati penentuan arah kiblat dalam shalat yakni menghadap Ka'bah di Makkah. Ulama Fiqih juga sepakat bahwa berkiblat ke arah Ka'bah di Makkah merupakan kewajiban sewaktu shalat, kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu seperti dalam perjalanan, sakit, atau keadaan bahaya.

Anjuran Berlomba-lomba dalam Kebaikan

berangkat ke masjid
via islampos.com

Maksud "fastabiq" (dari kata sibaq) pada surah Al Baqarah ayat 148 ini yaitu anjuran bagi manusia untuk berlomba-lomba menjadi yang terdepan atau pelopor dalam berbuat kebajikan. Sedangkan makna kata "al khairat" adalah mencakup seluruh amalan, baik yang wajib maupun sunnah, mulai dari shalat, puasa, zakat, shadaqah, dan amalan-amalan lainnya. Hal ini juga memberikan pengertian bahwa sebagai umat Islam kita juga mesti memanfaatkan waktu seoptimal mungkin dengan saling berlomba-lomba dalam beribadah kepada Allah. 

Selain itu, ungkapan ini sebetulnya juga bisa dimaknai sebagai anjuran bagi umat manusia untuk saling berlomba-lomba dalam hal yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia secara umum, baik secara lahiriah maupun batiniah. Hal-hal itu dapat diwujudkan misalnya dalam menjaga dan menciptakan kebersihan, keindahan, ketentraman, keamanan, ketertiban, serta berlomba-lomba dalam peningkatan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Setiap umat Islam memang hendaknya menggunakan akal dan segenap kemampuannya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, baik dari segi ibadah maupun kebajikan-kebajikan lainnya. Hal ini penting agar kemaslahatan hidup bersama dapat tercapai dan pastinya sebagai bekal amal untuk menuju kehidupan berikutnya di akhirat nanti. Dan seperti tertuang pada bagian akhir surah Al Baqarah ayat 148 ini, pada hari Kiamat nanti kita semua akan dikumpulkan dan diadili dengan seadil-adilnya tentang perbuatan yang kita lakukan ketika di dunia. Pada saat itu pula akan diketahui dengan jelas siapa di antara kita yang paling baik amalnya. Wallahu A'lam. 

Artikel Terkait

Anda sudah membaca Tentang Kiblat dan Anjuran Berlomba-lomba dalam Kebaikan (Al Baqarah 148)

Forum Karang Taruna Kecamatan Gandusari.